Wilayah perairan Indonesia yang luas dengan sumber daya kelautan yang besar memiliki arti penting bagi Indnesia karena di dalamnya terkandung, antara lain, sumber daya perikanan yang memiliki potensi besar sebagai sumber pertumbuhan ekonomi serta menjadi salah satu pendukung pembangunan nasional. Status Indonesia sebagai negara kepulauan telah ditetapkan sejak Deklarasi Djuanda pada tahun 1967 dan diperkuat dengan Konvensi Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea /UNCLOS). Indonesia memiliki sekitar 17.500 pulau, bergaris pantai sepanjang 81.000 km. Berdasarkan data KKP, luas wilayah daratan sebesar 1,91 juta km2 sedangkan luas wilayah perairan mencapai 6,32 juta km2.
Sumber daya perikanan yang merupakan sumber daya milik negara sebagai wakil kepemilikan publik memiliki sifat akses terbuka (open access) dan sering dianggap sebagai sumber daya milik bersama (common resources). Akibatnya sering terjadi ekspansi dan eksternalitas dalam pemanfaatannya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas sumber daya ikan serta penurunan rente ekonomi akibat kondisi tangkap lebih secara biologi (biological overfishing) dan kondisi tangkap lebih secara ekonomi (economical overfishing) (Fauzi, 2010 dalam Hakim et al., 2014). Sumberdaya ikan yang bersifat open access ini mengakibatkan siapa saja dapat memanfaatkannya tanpa harus memilikinya, sehingga sumberdaya ini sulit untuk dikelola.
Pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan ini tak lepas dari adanya praktek IUU fishing yang dilakukan oleh nelayan asing. Kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing adalah sebuah kegiatan yang dapat mengancam kelestarian alam terutama kelestarian sumber daya perikanan laut. Penangkapan ikan secara ilegal telah merugikan negara secara finansial karena telah ikut menurunkan produktivitas dan hasl tangkapan secara signifikan, disamping telah mengancam sumber daya perikanan laut Indonesia (Muhamad, 2012). Kegiatan ini juga mengancam stabilitas hubungan antar negara. Dari data yang dikemukakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2014, mencatat bahwa kerugian negara dari IUU fishing sekitar 101 triliun rupiah per tahunnya.
IUU Fishing dapat terjadi pada semua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan serta intensitas eksploitasi baik pada skala kecil maupun industri di zona yuridiksi nasioal maupun internasional. Tindakan IUU fishing terdiri dari:
Illegal fishing atau penangkapan secara ilegal adalah kegiatan perikanan yang dilaksanakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Kegiatan illegal fishing yang umum terjadi diperairan Indonesia diantaranya: penangkapan ikan tanpa izin, menggunakan izin palsu, menggunakan alat tangkap yang dilarang dan penangkapan jenis ikan yang tidak sesuai dengan ijin yang diberikan.
Unreported fishing atau penangkapan ikan yang tidak dilaporkan adalah kegiatan tidak melaporkan hasil tangkapan atau melaporkan hasil tangkapan yang tidak sesuai dengan hasil tangkapan yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Kegiatan unreported fishing yang umum terjadi di Indonesia diantaranya: penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsua data hasil tangkapan, hasil tangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (trainshipment di tengah laut).
Unregulated fishing atau penangkapan ikan yang tidak diatur adalah kegiatan penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab untuk konservasi sumberdaya laut hayati menurut hukum internasional. Kegiatan unregulated fishing di perairan Indonesia antara lain disebabkan masih belum diaturnya mekanisme percatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan penangkapan yang ada, belum diatur wilayah perairan yang diperbolehkan dan dilarang, belum diatur aktifitas sport fishing, kegiatan penangkapan ikan menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang.
Kondisi geografis Indonesia yang berada pada jalur perdagangan dunia serta memiliki batas yuridiksi dengan negara tetangga mayoritas adalah batas air, memungkinkan banyak tindak IUU fishing yang dilakukan negara tetangga. Dalam memahami kasus IUU Fishing, penting untuk memperhatikan faktor ekstern dan intern. Apabila negara bisa mengkontrol kedua faktor tersebut dapat dipastikan kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan laut dapat dicapai. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dua faktor tersebut yang relevan dengan kasus IUU Fishing di Indonesia, antara lain:
Tidak seimbangnya kebutuhan konsumsi ikan global dengan sumber daya ikan yang tersedia. Meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein di setiap negara maju dan negara berkembang memicu eksploitasi berlebih sumber daya ikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional dan kebutuhan ekspor. Eksploitasi diperburuk dengan minimnya upaya konservasi sumberdaya laut sehingga sumber daya perikanan mulai langka dan memaksa dilakukannya ekspansi lahan tangkap keluar dari batas yuridiksi negara terkait untuk memenuhi kebutuhannya.
Lemahnya respon aparat pengawas laut dan penegakan hukum. Maraknya kasus IUU fishing yang terjadi di teritori laut Indonesia tidak lepas dari kinerja aparat pengawas laut yang belum maksimal. Kurangnya ketersediaan fasilitas patrol seperti kapal, sonar dan fasilitas pendukung lainnya menjadi salah satu penghambat pengawasan teritori laut Indonesia secara menyeluruh. Sistem pendeteksi kegiatan penangkapan ikan atau biasa disebut Vessel Monitoring System (VMS) diharapkan menjadi solusi pengawasan penangkapan ikan yang terpasang di setiap kapal perikanan, juga masih belum diimplementasikan secara optimal. Tindak hukum yang tidak konsisten dan cenderung tidak memberi efek jera menyebabkan kasus IUU Fishing terus berulang.
Gambar: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam operasi pengawasan berhasil menangkap 1 (satu) unit kapal asing pencuri ikan berbendera Filiphina di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 716 Laut Sulawesi.(Sumber: Teropong Indonesia)
Dampak Tindakan IUU Fishing di Indonesia
Menurut Raudah, et.al., 2023, IUU Fishing telah merugikan Indonesia. Tindakan tersebut dapat memberikan dampak sosial, ekonomi, politik dan lingkungan.
Dampak sosial. Eksploitasi hasil laut yang terus menerus melemahkan perekonomian negara, sehingga kesejahteraan rakyat juga terancam karena sumber daya alam laut terbukti tidak dapat diandalkan masa kerjanya, karena hasil laut yang terus berkurang. karena eksploitasi massal. Kerugian sosial akibat IUU Fishing membuat nelayan lokal tidak berdaya saing dan mengurangi mata pencaharian mereka
Dampak Ekonomi. Diperkirakan Indonesia menderita kerugian 30 triliun dari IUU Fishing setiap tahun. Kerugian ekonomi lainnya termasuk hilangnya nilai ekonomi ikan curian, hilangnya biaya produksi ikan (PHP) dan subsidi bahan bakar untuk kapal penangkap ikan ilegal.
Dampak Politik. Pengaruh politik menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik atau ketegangan dalam hubungan diplomatik antar negara, yang berdampak pada kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menimbulkan citra negatif karena beberapa negara menganggap Indonesia tidak mampu mengelola sumber daya laut dengan baik.
Dampak Lingkungan. Dampak lingkungan dari IUU Fishing adalah rusaknya ekosistem dan sumber daya hayati laut. Terumbu karang banyak yang rusak dan hancur akibat penangkapan ikan dengan alat dan bahan yang rusak. Penggunaan bahan kimia berbahaya dan alat non-ekologis hanya membunuh biota laut yang pada akhirnya juga membunuh ikan-ikan yang seharusnya tidak ditangkap akibat penggunaan alat dan bahan penangkapan ikan yang ekologis. Stok ikan semakin berkurang akibat penggunaan alat tangkap skala besar yang berdampak pada keberlanjutan perikanan.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing
Menurut Raudah, et.al., 2023, untuk melaksanakan keamanan di bidang pelayaran dan penangkapan ikan, untuk menjamin ketertiban dan hukum serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
Upaya Pre Emptif (Penanggulangan). Beberapa langkah penanggulangan kejahatan IUU Fishing di perairan teritorial dan ZEEI Laut China Selatan dapat dilaksanakan: Partisipasi masyarakat dalam pemantauan sumber daya kelautan dan perikanan melalui Pokmaswas (Kelompok Pengawas Masyarakat) yang terdiri dari nelayan, pemangku kepentingan, tokoh adat dan nelayan. Penciptaan lembaga kontrol di tingkat daerah. Pengawasan operasional kepatuhan kapal di pelabuhan perikanan terhadap perizinan, ikan yang ditangkap dan kelengkapan tinggi permukaan laut kapal penangkap ikan. Memperoleh izin untuk kapal yang belum diberikan izin dan yang izinnya telah berakhir akan ditindaklanjuti. Sistem pelacakan kapal (VMS) Pengembangan dan optimalisasi implementasi.
Upaya Preventif (Pencegahan). Upaya pemerintah republik indonesia pada pencegahan tindak pidana IUU Fishing antara lain menjadi anggota RFMO (Regional Fisheries Management Organization) yaitu yaitu organisasi regional pada bidang perikanan yg mengatur bahwa pada penangkapan ikan nir bertentangan menggunakan perlindungan & pengelolaan perikanan. Kemudian menjadi anggota IPOA (International Plan of Action) yang dipelopori oleh FAO dalam implementasi CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries) yang menyebutkan IUU Fishing merupakan aktivitas penangkapan ikan yg dilakukan sang suatu negara eksklusif atau kapal asing pada perairan yg bukan adalah yuridiksinya tanpa biar berdasarkan negara yg mempunyai yuridiksi atau aktivitas penangkanap ikan tadi bertentangan menggunakan aturan atau peraturan negara itu.
Upaya Represif (Penindakan). Bagi aparat penegak hukum untuk menindak pelaku IUU Fishing, UU No 31 Tahun 2004 dan perubahannya yaitu UU No 45 Tahun 2009 tentang UU Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 cukup kuat untuk mengidentifikasi pelakunya. Setelah itu, guna menjaga ZEEI dan perairan teritorial, Kementerian Kelautan dan Perikanan menerjunkan tujuh kapal khusus pengawas perikanan untuk WPP 711, yakni di Laut China Selatan, Laut Natunan, dan Selat Karimata
Melaksanakan upaya pencegahan dalam pola pemberdayaan masyarakat dan pelaku penangkapan ikan yang relevan dengan keamanan wilayah penangkapan ikan tempat mereka melakukan kegiatan penangkapan ikan. Pentingnya pola kerjasama dengan Pokmaswas ini diharapkan dapat mendukung peran PPNS Perikanan dalam pencegahan tindak pidana IUU Fishing di perairan Indonesia. (Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar)
Daftar Pustaka:
Hakim, L. L., Z. Anna dan Junianto. 2014. Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) di Perairan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Jurnal Kebijakan Sosek KP. 4(2): 117-127
Muhamad, S.V. 2012. Illegal Fishing di Perairan Indonesia: Permasalahan dan Upaya Penanganannya secara Bilateral di Kawasan. Jurnal Politica. 3(1): 59-85.
Raudah, U., L. Pranola, dan Jayanti W.A. 2023. IUU Fishing, Permasalahannya dan Upaya Pencegahannya di Perairan Indonesia. Journal of Administrative and Sosial Science. 4 (1): 1-10.
Share Berita