Hubungi Kami
Telp. (0343) 7726361
News Photo

Penggunaan Obat ikan dengan kandungan Chloramphenicol dapat meninggalkan residu pada tubuh ikan

  • Artikel
  • 16 Oktober 2024
  • UPTLabkeskanling

Peningkatan ekspor udang vaname membuat para pembudidaya menerapkan sistem budidaya intensif. Penerapan budidaya intensif dapat berakibat pada penurunan kualitas perairan, sehingga menimbulkan penyakit pada udang vaname yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur maupun parasit (Santi et al dalam Juliana dan Yulian., 2020). Penggunaan antibiotik dilakukan karena adanya permasalahan terhadap daya tahan tubuh dan penyakit dari udang budidaya. Salah satu antibiotik yang paling banyak digunakan dalam suatu usaha budidaya adalah Chloramphenicol. Penggunaan Chloramphenicol dianggap dapat untuk menghambat perkembangan penyakit pada usaha budidaya udang,dapat meningkatkan daya tahan dan sekaligus meningkatkan berat dari udang budidaya (Alghifari dkk., 2017).

Chloramphenicol selain terdapat pada pakan ikan dan udang budidaya, juga digunakan untuk pengobatan maupun pembilasan kolam dalam produksi dan sebagai desinfektan sebelum produk tersebut diproses lebih lanjut. Secara   tidak   langsung, udang yang mengkonsumsi antibiotik selama hidupnya akan mengandung residu antibiotik pada tubuhnya. Apabila udang tersebut dikonsumsi oleh manusia maka residu antibiotik tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia dan dapat terakumulasi. Residu Chloramphenicol dapat menyebabkan gangguan lambung, usus, neuropati optis dan perifer, radang pada mulut dan yang fatal yang adalah kerusakan sumsum tulang belakang

Chloramphenicol merupakan salah satu dari sembilan jenis bahan tambahan makanan yang dilarang di Indonesia (Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88). Walaupun demikian penggunaan Chloramphenicol masih banyak digunakan sehingga menghambat dan menggagalkan ekspor ke berbagai negara dunia. Puncak kegagalan ekspor terjadi saat diterapkannya zero tolerance kandungan Chloramphenicol oleh negara Uni Eropa terhadap komoditas udang yang diimpornya sehingga pemerintah memberlakukan kewajiban uji residu Chloramphenicol Titik acuan tindakan (Reference points for action) dari senyawa Kloramfenikol telah ditetapkan berdasarkan Commision of Regulation (EU) (2019/1871) sebesar 0,15 (ug/kg).

Sumber Gambar : Pribadi UPT Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan

Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia No. 1/PERMEN-KP/2019 tentang obat ikan diketahui bahwa Obat Ikan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati Ikan, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh Ikan. Obat Ikan berdasarkan tujuan pemakaiannya digunakan untuk: a. mencegah dan/atau mengobati Ikan, b. membebaskan gejala penyakit Ikan, dan  c. memodifikasi proses kimia dalam tubuh Ikan. Obat Ikan berdasarkan jenis sediaan digolongkan dalam sediaan: a. biologik, farmasetik, premiks, probiotik dan obat alami. Obat Ikan berdasarkan klasifikasi bahaya yang ditimbulkan dalam penggunaannya, digolongkan menjadi: a. obat keras; b. obat bebas terbatas; dan c. obat bebas. Dalam peraturan Menteri tersebut terdapat klasifikasi obat keras untuk ikan dengan persyaratan harus melalui resep Dokter Hewan. Beberapa obat ikan yang termasuk dalam klasifikasi obat keras dapat mudah diperoleh tanpa resep Dokter Hewan. Sehubungan dengan hal itu,faktor resiko kemungkinan terjadinya kemunculan residu pada ikan konsumtif makin nyata. Penggunaan obat untuk pengobatan pada ikan yang tergolong ikan konsumsi manusia harus memiliki kriteria tertentu diantaranya adalah kontrol waktu henti obat ikan.

Para pembudidaya diharapkan dapat lebih bijak dalam mempergunakan obat sesuai dengan penggunaan dan dosis yang telah ditentukan. Dalam pemberian obat pada ikan yang sakit tentunya juga harus memperhatikan withdrawal time sehingga ikan bisa aman untuk dipanen dan dikonsumsi oleh manusia. Menurut Badan POM (2023), Withdrawal time adalah waktu mulai dari pemberian obat terakhir sampai waktu ketika konsentrasi residu di bawah nilai baku mutu yang ditetapkan. Seperti salah satu contohnya adalah dari hasil penelitian withdrawal time zat Chloramphenicol pada ikan bandeng menurut Budianto et al (2022), bahwa waktu henti antibiotik Chloramphenicol berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar residu antibiotik Chloramphenicol pada ikan bandeng (Chanos chanos) umur 30 hari. Ikan bandeng yang diberi pakan dengan campuran antibiotik chloramphenicol dengan dosis 1 ppm menghasilkan nilai residu tertinggi 4.6375 ppb pada minggu pertama dan terjadi penurunan residu menjadi 0.2363 ppb selama 5 minggu. Waktu henti antibiotik Chloramphenicol terhadap perubahan kadar residu pada ikan bandeng (Chanos chanos) umur 30 hari pada perlakuan F (ikan bandeng yang diberi pakan campuran chloramphenicol dengan dosis 1 g/kg pakan selama seminggu, setelah itu diberi pakan tanpa campuran chloramphenicol selama 5 minggu) menghasilkan batas aman untuk dikonsumsi.

Sumber Gambar : Pribadi UPT Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan

Daftar Pustaka 

Juliana, M dan Yulian, M. (2020). IDENTIFIKASI KLORAMFENIKOL PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) MENGGUNAKAN HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC), Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

Alghifari, D, Kuswandi, Bambang dan Pratoko, D K., (2017), Pengembangan Sensor Kloramfenikol Berbasis Imobilisasi Bovine Serum Albumin (BSA) pada Selulosa Asetat dengan Metode Spektroflorometri, Universitas Jember.

Badan POM. 2023. Pedoman Mitigasi Risiko Keberadaan Residu Antibiotik dan Mikrob Resistan Antibiotik pada Pangan Olahan. 

Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia No. 1/PERMEN-KP/2019 tentang obat ikan


Berita ini telah diakses 1480 kali

Share Berita

Komentar